Bojonegoro Panen Raya Salak
Harga salak Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per seratus biji.
BOJONEGORO - Sejumlah desa di Kecamatan Kapas, Bojonegoro, Jawa Timur,
panen raya salak. Harga salaknya Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per seratus
biji.
"Produksinya meningkat dua kali lipat dibanding panen raya salak tahun lalu," kata Ketua Kelompok Petani Salak Bojonegoro Achmadi, Sabtu (14/12).
Produksi salak di sejumlah desa, di antaranya Desa Wedi, Tanjungharjo, Bangilan, Padangmentoyo, Kecamatan Kapas, meningkat karena iklim yang mendukung.
"Kemarau tahun ini tidak terlalu kering, sehingga tanaman salak petani masih bisa memperoleh air dengan cukup, sehingga produksinya bagus," dia menjelaskan.
Panen raya di wilayah setempat berlangsung sejak November dengan perkiraan selesai pada Januari 2014.
"Tapi, produksi salak setelah itu ya, masih tetap saja ada, dengan jumlah terbatas. Harganya pun akan lebih tinggi. Panen raya salak biasanya berlangsung lagi Juni dengan jumlah produksi yang tidak sebanyak panen raya November-Januari," kata Achmadi.
Di desa penghasil salak tersebut, kata dia, hampir semua warganya memiliki pohon salak di kebun atau di pekarangan rumahnya.
"Kalau jumlahnya ya, ada yang sedikit, ada juga yang banyak. Seperti saya punya kebun salak seluas 1 hektare," ujar dia.
Para petani salak hampir semuanya memasarkan salaknya di depan rumahnya atau membentuk kelompok sendiri-sendiri di tempat tertentu dengan jumlah pedagang terbanyak di Pasar tradisional Desa Tanjungharjo.
"Pembelinya pedagang dari luar atau pendatang yang sengaja datang membeli sambil rekreasi," kata Rukayah (45), pedagang di Desa Wedi, Kecamatan Kapas.
Meski demikian, mengaku sering keluar kota, seperti Jakarta, Surabaya atau kota lainnya untuk menjual salaknya dengan harga jauh lebih mahal.
"Saya baru pulang menjual salak ke Jakarta dengan harga Rp 300.000/seratus biji jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga salak di tempat ini," dia menegaskan.
Achmadi, pedagang salak salinnya Dasriah meyakinkan salak produksi di daerahnya jauh lebih enak dibandingkan dengan salak produksi daerah lain, karena memiliki aneka rasa, mulai manis, "masir", segar, dan kadang-kadang ada rasa kecutnya.
"Rasa salaknya tidak monoton yang membuat pembeli suka," ujar Achmadi.
"Produksinya meningkat dua kali lipat dibanding panen raya salak tahun lalu," kata Ketua Kelompok Petani Salak Bojonegoro Achmadi, Sabtu (14/12).
Produksi salak di sejumlah desa, di antaranya Desa Wedi, Tanjungharjo, Bangilan, Padangmentoyo, Kecamatan Kapas, meningkat karena iklim yang mendukung.
"Kemarau tahun ini tidak terlalu kering, sehingga tanaman salak petani masih bisa memperoleh air dengan cukup, sehingga produksinya bagus," dia menjelaskan.
Panen raya di wilayah setempat berlangsung sejak November dengan perkiraan selesai pada Januari 2014.
"Tapi, produksi salak setelah itu ya, masih tetap saja ada, dengan jumlah terbatas. Harganya pun akan lebih tinggi. Panen raya salak biasanya berlangsung lagi Juni dengan jumlah produksi yang tidak sebanyak panen raya November-Januari," kata Achmadi.
Di desa penghasil salak tersebut, kata dia, hampir semua warganya memiliki pohon salak di kebun atau di pekarangan rumahnya.
"Kalau jumlahnya ya, ada yang sedikit, ada juga yang banyak. Seperti saya punya kebun salak seluas 1 hektare," ujar dia.
Para petani salak hampir semuanya memasarkan salaknya di depan rumahnya atau membentuk kelompok sendiri-sendiri di tempat tertentu dengan jumlah pedagang terbanyak di Pasar tradisional Desa Tanjungharjo.
"Pembelinya pedagang dari luar atau pendatang yang sengaja datang membeli sambil rekreasi," kata Rukayah (45), pedagang di Desa Wedi, Kecamatan Kapas.
Meski demikian, mengaku sering keluar kota, seperti Jakarta, Surabaya atau kota lainnya untuk menjual salaknya dengan harga jauh lebih mahal.
"Saya baru pulang menjual salak ke Jakarta dengan harga Rp 300.000/seratus biji jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga salak di tempat ini," dia menegaskan.
Achmadi, pedagang salak salinnya Dasriah meyakinkan salak produksi di daerahnya jauh lebih enak dibandingkan dengan salak produksi daerah lain, karena memiliki aneka rasa, mulai manis, "masir", segar, dan kadang-kadang ada rasa kecutnya.
"Rasa salaknya tidak monoton yang membuat pembeli suka," ujar Achmadi.